Ekspresi Seni Yang Terdapat Melalui Karikatur

Ekspresi Seni Yang Terdapat Melalui Karikatur – Karikatur adalah penggambaran suatu objek dengan melebih-lebihkan ciri khas objek tersebut. Kata karikatur berasal dari kata Italia caricare yang berarti memberi muatan atau melebih-lebihkan dan Biasa nya ciri khas objek tersebut adalah wajah manusia. Karikatur menggambarkan subjek yang dikenal dan umumnya hanya untuk kesenangan dan kelucuan.

Sebagai bentuk seni dan hiburan, karikatur juga digunakan sebagai bidang psikologi untuk meneliti bagaimana manusia mengenali wajah Seseorang https://www.mrchensjackson.com/

Situasi politik Indonesia sebelum dan usai Pemilu 2019 yang sempat memanas coba didinginkan kembali oleh kartunis melalui goresan karikatur. poker asia

Ekspresi Seni Melalui Karikatur

Lewat tema “Merajut Indonesia” 40 kartunis yang tergabung dalam Kelompok Kartunis Kaliwungu (Kokkang) menuangkan ide merajut indonesia melalui karya seninya.

Seperti karikatur Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto menggambarkan pentingnya persatuan dan memberikan semangat untuk membangun Indonesia tanpa perbedaan.

Karikatur lainnya juga menggambarkan persatuan tanpa memandang perbedaan. Ada juga karikatur yang berisi pesan untuk menangkal berita hoaks dan antikorupsi.

Momentum politik pemilihan presiden (Pilpres) April lalu, menjadikan ruang publik kita dipenuhi berbagai ujaran kebencian, berita fitnah dan hoaks, terutama melalui sosial media. Masyarakat seperti kehilangan kegembiraan dalam komunikasi politik.

Wacana kritik sosial dan konstestasi politik terkesan dilakukan dengan vulgar, sarkasme dan menyebar ketakutan dalam kehidupan sehari-hari melalui smartphone.

Ekspresi Seni Melalui Karikatur

Situasi ini menunjukkan bahwa para politisi dan pendukungnya kehilangan komunikasi politik yang sejuk dan bisa membuat senyum. Maka pameran kartun karya para kartunis dari Kelompok Kartunis Kaliwungu (KOKKANG) dalam rangka memperingati usianya ke 38 tahun

Pernyataan itu disampaikan Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan Eko Sulistyo saat membuka pameran kartun memperingati 38 tahun KOKKANG di Tirto Arum Baru, Kendal, Sabtu, 10 Agustus 2019.

“Harapan saya kegiatan ini tidak hanya akan mengembalikan kartun sebagai karya seni yang digandrungi masyarakat, tapi juga medium kritik sosial yang bisa menjadi ‘beras kencur’ komunikasi politik. Membuat cair, ringan, sekaligus bikin segar dan sehat jagat politik kita. Ketika politik menjadi kotor, maka saatnya kartun bicara,” papar Eko.

Lulusan Ilmu Sejarah UNS ini memaparkan, mungkin tidak banyak yang tahu bahwa Presiden Soekarno adalah salah seorang kartunis yang menggunakan gambar untuk mengritik pemerintahan kolonial Belanda. Usai keluar dari penjara Sukamiskin, Bandung 1932, Soekarno menerbitkan majalah Fikiran Ra’jat.

Soekarno bertindak sebagai pemimpin redaksi, penulis sekaligus ilustrator untuk majalah pergerakan tersebut. Sebagai ilustrator, Soekarno menggunakan nama samaran Soemini untuk mengritik kebijakan kolonial. Tercatat ada 4 kartun yang dibuat oleh Soekarno dalam Fikira Ra’jat.

Selain Soekarno, Presiden Abdurahman Wahid—atau yang akrab dipanggil Gus Dur—adalah jagonya komunikasi politik dengan menggunakan humor. Dengan begitu politik menjadi tidak menegangkan dan bisa menjadi lucu sekaligus.

Lebih jauh, Eko menjelaskan, dalam sejarahnya kartun tidak hanya menjadi hiburan semata, karena gambar kartun bersifat representatif simbolik, mengandung unsur sindiran, lelucon atau humor.

Ada dua tipe kartun, yaitu kartun humor atau yang disebut gag cartoon, biasanya untuk menyindir kebiasaan-kebiasaan perilaku seseorang atau situasi tertentu dan kartun politik (political cartoon), kartun yang mengangkat topik situasi politik sebagai lelucon.

Dalam budaya Indonesia sendiri, terutama di Jawa ekspresi seni mirip karikatur sebagai media komunikasi dan penyampaian pesan dengan cara mentertawakan dan menyindir secara halus sudah dilakukan melalaui seni pertunjukan wayang melalui sosok Punakawan. Dalam wayang punakawan adalah corong untuk mengungkapkan sindiran dan kritik yang ditujukan langsung kepada penonton.

Punakawan adalah para pembantu dan pengikut dari tuan kstatria mereka. Punakawan adalah subordinat dari para majikanya. Para punakawan ini bisa meledek dan mentertawakan para tuannya tanpa bermaksud untuk melawanya.

Punakawan sebagai personifikasi orang bawahan menjalin komunikasi dengan penonton yang juga merupakan representasi dari masyarakat bawahan, anak-anak, pelayan dan kaum perempuan. Karena itu punakawan dapat dianggap sebagai identifikasi kaum yang disubordinasi dengan yang mendominasi.

Ikonografi punakawan yang menghubungkan antara kaum yang disubordinasi dengan yang mendominasi.

Dalam tulisannya,‘Kartun dan Monumen Evolusi Komunikasi Politik di Bawah Orde Baru’  dalam Kuasa-Kata, Jelajah Budaya-Budaya Politik di Indonesia (2000), Benedict Anderson mengatakan kartun adalah cara untuk menciptakan kesadaran kolektif oleh rakyat yang tidak memiliki akses kepada birokrasi atau bentuk-bentuk lain dari kekuatan politik.

Karena itu kartun menjadi suatu bentuk sikap kritis, sebagai komunikasi politik karena rakyat belum memiliki akses pada kekuasaan. Kartun bisa memperlihatkan yang tersembunyi dari yang nampak dalam keseharian.

“Dengan pameran ini, melalui kartun dan karikatur, perbedaan politik dan kritikan dikomunikasikan dengan sindiran dan kritik yang penuh tawa dan mengundang senyum untuk menyampaikan pesan-pesan kepada masyarakat. Namun perlu kita pisahkan kritik dari hujatan, hoaks, apalagi ujaran kebencian. Dengan kartun, kita perangi politik ketakutan dan kebencian biar mandul dan tumpul, dan ditertawakan,” pungkas Eko Sulistyo.

Situasi politik Indonesia sebelum dan usai Pemilu 2019 yang sempat memanas coba didinginkan kembali oleh kartunis melalui goresan karikatur. Lewat tema ‘Merajut Indonesia’ 40 kartunis yang tergabung dalam Kelompok Kartunis Kaliwungu (Kokkang) menuangkan ide merajut indonesia melalui karya seninya.

Seperti karikatur Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto menggambarkan pentingnya persatuan dan memberikan semangat untuk membangun Indonesia tanpa perbedaan.

Karikatur lainnya juga menggambarkan persatuan tanpa memandang perbedaan. Ada juga karikatur yang berisi pesan untuk menangkal berita hoaks dan antikorupsi.

Pengunjung asal Grobogan, Sri Sarwo Utomo mengaku kagum dengan karya kartunis Kaliwungu ini. “Pesan yang disampaikan dalam kartun dan karikatur ini penuh makna dan mengajak seluruh elemen bangsa kembali merajut Indonesia dalam wadah persatuan dan kesatuan,” katanya.

Ketua Pameran Kartun Nasional Kokkang, Agus Widodo mengatakan, memilih tema ‘Merajut Indonesia’  karena melihat situasi politik dan sosial di Indonesia penuh konflik.

“Dari sinilah muncul gagasan untuk kembali menyatukan bangsa melalui karya kartun. Setidaknya ada 250 karikatur yang digambar kartunis Kaliwungu yang tersebar di sejumlah kota di Indonesia,” ujarnya.

Sementara itu Deputi IV Bidang Komunikasi Politik dan Deseminasi Informasi Kantor Staff Presiden, Eko Sulistyo mengatakan, bahwa kritik merupakan pesan yang dapat ditampung, terlebih pemerintah sekarang bukan pemerintah yang antikritik. Terkait dengan penyampaian kritik melalui media kartun ini akan memberikan nuansa berbeda dalam penyampaian kritik, karena dalam pesan yang disampaikan berisi makna teguran yang diwarnai dengan nuansa homor. “Tema ini sangat bagus, karena merespon situasi akibat atmisfir politik yang penuh dengan ujaran kebencian dan fitnah. Kritik ini bukan ujaran kebencian. kritik juga bukan hoax, dan kritik melalui media kartun bisa menjadi semacam jamu buat menyampaikan kritik pada pemerntah,” ujarnya.

Untuk karya selanjutnya pameran akan digelar road show di 20 kota di Indonesia. Pameran terbuka untuk umum dan tidak ditarik tiket masuk alias gratis. Gelar pameran karton ini dimanfaatkan untuk launching Cartoon Magazine “Tawa Nusantara”.

Penasaran bukan seperti apa pameran yang nantinya akan dihadirkan kembali? Untuk kamu para pecinta seni ilustrasi dan ingin melihat kritik-kritik sehat yang disampaikan melalui seni, jangan sampai ketinggalan tentang informasi pameran selanjutnya ya.